Dermaga di pinggir kota
Pagi yang mendung atau matahari
yang enggan untuk menampakkan diri. Aku berjalan di sudut kota. Pagi ini begitu
dingin, hingga tak kurasa dinginnya menusuk tulang ku. Aku berjalan dengan
perlahan, hingga di setengah perjalanan ku. Aku melihat dari kejauhan sosok
yang aku kenal. Sosok yang pernah begitu dekat dengan ku. Dia hanya berdiri
terpaku menatap langit. Ingin rasanya kaki ku melangkah ke sana, namun aku
menemukan perasaan lain menyelinap dalam
diri ku. Ada perasaan takut, malu, dan jantung ini berdetak begitu cepat. Aku mengurungkan
niatku dan kembali berbalik arah. Aku berlalu
pergi, tanpa sepatah kata yang dapat aku ucapkan. Di persimpangan aku menoleh
ke belakang. Berharap dia masih disana, dan aku hanya ingin melihatnya sekali
saja. Samar-samar aku melihatnya berjalan melawan arah, namun kali ini ada yang
berbeda. Ada seseorang di sampingnya, mereka berjalan bergandengan tangan seolah ingin menunjukan pada dunia
bahwa mereka begitu bahagia. Semilir angin berhempus menerpa ku, ada seklumit
rasa sakit yang enggan pergi. Aku berlalu, tak ku hiraukan lagi rasa yang
menyesakkan dada. Tak ku hiraukan lagi suara tawa mereka yang sayup-sayup
terdengar di ujung sana. Sekilas ada bayangan-bayangan masa lalu yang datang
silih berganti, bagaikan kisah panjang telenovela. Aku terpaku memandang laut lepas di pinggir kota. Di sini di dermaga ini adalah saksi bisu perjalanan ku. Dimana aku pernah
menjalani semuanya sendiri, bahkan saat mereka semua tak mau menghampiri ku. Saat
aku merasa tersisihkan dan di campakkan.
Tidak ada komentar: