Dermaga di pinggir kota

Oktober 14, 2015


Pagi yang mendung atau matahari yang enggan untuk menampakkan diri. Aku berjalan di sudut kota. Pagi ini begitu dingin, hingga tak kurasa dinginnya menusuk tulang ku. Aku berjalan dengan perlahan, hingga di setengah perjalanan ku. Aku melihat dari kejauhan sosok yang aku kenal. Sosok yang pernah begitu dekat dengan ku. Dia hanya berdiri terpaku menatap langit. Ingin rasanya kaki ku melangkah ke sana, namun aku menemukan perasaan lain  menyelinap dalam diri ku. Ada perasaan takut, malu, dan jantung ini berdetak begitu cepat. Aku mengurungkan niatku dan kembali berbalik  arah. Aku berlalu pergi, tanpa sepatah kata yang dapat aku ucapkan. Di persimpangan aku menoleh ke belakang. Berharap dia masih disana, dan aku hanya ingin melihatnya sekali saja. Samar-samar aku melihatnya berjalan melawan arah, namun kali ini ada yang berbeda. Ada seseorang di sampingnya, mereka berjalan bergandengan  tangan seolah ingin menunjukan pada dunia bahwa mereka begitu bahagia. Semilir angin berhempus menerpa ku, ada seklumit rasa sakit yang enggan pergi. Aku berlalu, tak ku hiraukan lagi rasa yang menyesakkan dada. Tak ku hiraukan lagi suara tawa mereka yang sayup-sayup terdengar di ujung sana. Sekilas ada bayangan-bayangan masa lalu yang datang silih berganti, bagaikan kisah panjang telenovela. Aku terpaku memandang laut lepas di pinggir kota. Di sini di dermaga ini adalah saksi bisu perjalanan ku. Dimana aku pernah menjalani semuanya sendiri, bahkan saat mereka semua tak mau menghampiri ku. Saat aku merasa tersisihkan dan di campakkan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.